Statistik Pengunjung blog AL BAHRAIN 4

Rabu, 19 Oktober 2011

Witir (ganjil)

Dulu saya sering mendengar
penyampai
mengumandangkan dalil;
Innallaha witr yuhibbu witr –
Sesungguhnya Allah itu ganjil
dan senang dengan yang ganjil (Rowahu Bukhori,
Muslim dan Ibnu Khuzaimah di
dalam Shahihnya dari Abu
Huroiroh), untuk mendasari
mengucap salam lebih dari 1
kali dan menjadikannya 3 kali. Sekarang rasanya jarang
mendengar dalil itu lagi. Sudah
terbiasa atau emang jarang
digunakan lagi. Memang
dalam kehidupan ini hampir
semua hitungan yang dijadikan sebagai aturan
jumlahnya ganjil. Contohnya
jumlah rekaat sholat sehari -
semalam 17 rekaat, tarawih 11
rekaat, hitungan wudhu yang
paling disenangi/sempurna juga 3 kali – 3 kali, mau istinja
jumlah batunya juga ganjil, 3,
5, dst. Sampai kita kenal
angka 313, sebutan 7 langit
dan malam ganjil untuk
mencari pahala lailatul qodar. Itu mungkin deskripsi witir
dalam kehidupan nyata ini.
Lupakan itu semua, yang ingin
saya ketengahkan kali ini
adalah masalah sholat witir.
Ada apa dengannya? Sebenarnya tak ada apa – apa,
saya hanya penasaran, kenapa
sih saya tidak bisa melakukan
sholat witir? Kenapa hanya di
bulan puasa saja tertib
witirnya? Di bulan yang lain kok tidak tertib? Dan saya
sudah berusaha 3 tahun
terakhir ini untuk bisa
menjalankan salah satu
sunnah tersebut. Hasilnya
masih juga bolong – bolong. Berbagai kiat dan giat sudah
dilakukan, akhirnya saya
menjatuhkan pilihan
melakukan sholat witir
sebelum tidur. Itu yang saya
mampu. Itu yang saya bisa. Mungkin kadang terlihat aneh,
sore – sore kok witir. Habis
mau bangun malam kadang
kebablasan. Sejujurnya bukan
kadang – tetapi banyak
bablasnya ketimbang bangunnya sehingga gak
witir. Niat sih ada terus, tapi
apakah hidup ini cukup
dengan niat saja? He, he,
he,,,,lha da lah,,,,,,… Dulu Pak ustad di kampung
saya memberikan wejangan -
tip yang sederhana dan
ciamik. Dia bilang, “Untuk
melatih sholat witir,
tambahkanlah sehabis sholat sunnah ba’da isya 1 rekaat
saja.” Maka dulu kami pun
ramai – ramai
mengerjakannya sehabis
sholat sunah ba’da isya. Sekian
waktu berlalu dan semakin meluntur kegiatan itu, saya
terpacu lagi untuk
memulainya - sebagai bagian
taqorrub ilallah dari hamba
yang lemah ini. Semoga tidak
terlambat. Ya, ini memang sunah bukan
wajib. Bahkan mungkin ada
yang mencibirnya. Namun
bagi saya adalah sebuah jalan
besar menuju kecintaan
kepada Allah. Di samping jalan lain yang mungkin orang
tempuh. Sebab banyak jalan
menuju keridhoan Allah,
bukan hanya ke Roma saja. Nah, bagi yang mau
menempuh jalan sholat witir
untuk mempertinggi derajat
amalannya berikut beberapa
dalil tentangnya. Dari Ali ra., ia berkata, ‘Witir
bukan keharusan seperti
sholat wajib kalian, akan
tetapi Rasulullah SAW biasa
melakukannya, dan Beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah witir, mencintai
witir, maka lakukanlah sholat
witir wahai ahli
qur’an.” (Rowahu Abu
Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i,
Ibnu Majah) Dari Jabir ra., ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa khawatir tidak
bangun di akhir malam, maka
hendaknya dia berwitir di
awalnya, dan barangsiapa yakin akan bangun di akhir
malam, maka hendaknya dia
berwitir di akhirnya, karena
sholat diakhir malam
disaksikan dan dihadiri (oleh
malaikat) dan itu lebih utama.” (Rowahu Muslim). Dari Jabir ra., dia berkata,
Rasulullah SAW bersabda,
“Wahai ahli qur’an,
berwitirlah kalian karena
Allah adalah witir dan
menyukai witir.” (Rowahu Abu Dawud). Dari Abu Tamim al-Jaisyani,
dia berkata, aku mendengar
Amru bin al-Ash berkata,
seorang lelaki
memberitahukan kepadaku
bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah
menambahkan satu sholat
kepada kalian, maka
tegakkanlah ia diantara isya
dan shubuh, yaitu sholat
witir”. (Rowahu Ahmad) Dari Abu Huroiroh r.a, dia
berkata, ”Kekasihku SAW
mewasiatkan kepadaku tiga
perkara, agar aku berpuasa
tiga hari setiap bulan,
melaksanakan sholat dhuha 2 rekaat dan melaksanakan
sholat witir sebelum
tidur.”[Rowahu Al-Bukhory
(Kitaabu al-Jumu’ati), Muslim
( Kitaabu Sholaati al-
Mufaasiriina wa qoshrohaa), Abu Dawud (Kitaabu As-
Sholaah), at-Tirmidzi (Kitaabu
as-Shoumi) dan an-Nasa’i
(Kitaabu as-Shiyaami)]. Dari Abu Darda’, dia berkata,
“Kekasihku SAW
mewasiatkan tiga perkara
kepadaku, aku tidak akan
meninggalkannya selama aku
hidup; yaitu puasa tiga hari setiap bulan, sholat dhuha dan
agar aku tidak tidur sebelum
sholat witir.” (R. Muslim, Abu
Dawud dan an-Nasa’i). Jadi, sekarang bukan hanya
salam saja yang kita jangkepi
witir. Sholat sunnah kita pun
rasanya perlu juga
diperjuangkan. Setidaknya
dengan tip di atas. Sholat witir sehabis isya atau sebelum
tidur. Silahkan dicoba. Kenapa
tidak? Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah

Bahayanya Zina

oleh: Zahri - LDII Tulungagung Apasih yang di maksud ZINA.
Oke, kali ini LDII Tulungagung
akan membahas sedikit dari
dosa perbuatan Zina. Zina
adalah hubungan sex/badan
antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan
perkawinan yang sah/resmi.
Perbuatan yang sungguh di
murkai oleh Allah dan
mendapat murka dari Allah di
dunia maupun di Akhirat, ingat dengan cantolan-
cantolah dari para penasehat
zaman dahulu: "wong seng nglakoni zina,
ndak kurop blos, ibarate enak
e sak klenteng, lorone sak
rendeng" - Orang yang melakukan zina,
tidak ada untungnya sama
sekali, di ibaratkan enaknya
satu klenteng (biji pohon
kapuk) dan sakitnya
sepanjang musim penghujan. Jadi kesimpulan dari kata-
kata diatas adalah, bahwa Zina
lebih banyak menanggung
sakit (dosa) dari pada
enaknya. Nabi pun juga telah
besabda dalah Al-hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi
tentang bahayannya orang
berbuat ZINA : ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻦﻋ ﻝﺎﻗ ﻪﻧﺃ : ﻦﻴﻤﻠﺴﻤﻟﺍ ﺮﺸﻌﻣ ﺎﻳ
ﻝﺎﺼﺧ ﺖﺳ ﻪﻴﻓ ﻥﺈﻓ ﺎﻧﺰﻟﺍ ﺍﻮﻘﺗﺍ
ﺓﺮﺧﻵﺍ ﻲﻓ ﺙﻼﺛﻭ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﻲﻓ ﺙﻼﺛ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﻲﻓ ﻲﺘﻟﺍ ﺎﻣﺄﻓ : ﺀﺎﻬﺑ ﺏﺎﻫﺬﻓ
ﺮﻘﻔﻟﺍ ﻡﺍﻭﺩﻭ ﺮﻤﻌﻟﺍ ﺮﺼﻗﻭ ﻪﺟﻮﻟﺍ
ﻂﺨﺴﻓ ﺓﺮﺧﻵﺍ ﻲﻓ ﻲﺘﻟﺍ ﺎﻣﺃﻭ
ﺀﻮﺳﻭ ﻰﻟﺎﻌﺗﻭ ﻙﺭﺎﺒﺗ ﻪﻠﻟﺍ ﺭﺎﻨﻟﺎﺑ ﺏﺍﺬﻌﻟﺍﻭ ﺏﺎﺴﺤﻟﺍ * ﻩﺍﻭﺭ
ﻲﻘﻬﻴﺒﻟﺍ Nabi SAW bersabda: "Wahai
golongan orang Islam
takutlah kalian berbuat zina,
karena sesungguhnya dalam
zina itu ada enam perkara
(siksaan), tiga di dunia dan tiga di akhirat. Adapun tiga
perkara di dunia: (1)Hilangnya
wibawa, (2)Pendeknya umur,
dan (3)menjadi miskin
selamanya. Adapun tiga
perkara di akhirat adalah: (1)murka Allah, (2)jeleknya
hisaban dan (3)siksa neraka".
Hadist Riwayat Baihaki Bahayanya orang yang zina : Zina itu menghilangkan
cahaya iman dari hati
pelakunya
Zina itu perbuatan buruk yang
bias membawa kematian
pelakunya (umurnya pendek) Penzina do’anya tidak di
kabulkan oleh Allah
Menyala-nyala api di wajah
orang yang berbuat zina nanti
di akhirat
Orang yang berbuat zina di siksa dalam tungku besar
yang nyala apinya
menghancurlumatkan
tubuhnya kemudian di
kembalikan lagi jasadnya dan
di hancurlumatkan lagi oleh nyala api yang berkobar-
kobar , begitu terus menerus
Orang yang berbuat zina
baunya sangat busuk ,
menyakitkan sesama ahli
neraka Ahli zina di hapus dari daftar
orang-orang baik
Allah tidak melihat kepada
ahli zina dengan pandangan
hormat
Allah mengharamkan surga dan mengharamkan mencium
bau surga kepada ahli zina Akhir kata, hargai diri anda
sekalian, janganlah sampai
kita berbuat zina, sayang
cantik dan ketampanan anda.
Bila kita melakukannya,
hilanglah surga dari diri kita, ingat kehidupan yang kekal
hanya di akhirat, "karna di
dunia kita cuman mamper
ngombe ",di dunia cuman
mampir minum. : ًﺔَﺸِﺣﺎَﻓ َﻥﺎَﻛ ُﻪَّﻧِﺇ ﻰَﻧِّﺰﻟﺍ ْﺍﻮُﺑَﺮْﻘَﺗ َﻻَﻭ
ًﻼﻴِﺒَﺳ ﺀﺎَﺳَﻭ Hayo...siapa yang berani Zina?
Atau mengarah ke
perzinahan? Ucapan syukur juga saya
berikan untuk mas Arie Fin
Jockam yang telah memberi
inspirasi dan terbitnya artikel
saya ini, alhamdulillah jaza
kallahu khoiro

Mencari Malam 1000 Bulan

Oleh : Wilnan Fatahillah


Alhamdulillah, kita panjatkan
syukur ke hadirat Alloh SWT
karena saat ini kita sudah
memasuki 10 hari yang akhir
dari ramadan 14.. H. Jika
dianalogikan dengan perlombaan, 10 hari yang
akhir dari ramadan
merupakan saat-saat
penentuan keberhasilan di
dalam meraih kemenangan.
Sebagai hari-hari penentuan, 10 hari akhir ramadan
hendaknya diisi dengan lebih
meningkatkan amal ibadah
kepada Alloh sebagaimana
yang dicontohkan oleh
Rasulalloh SAW dan tidak terlarut dalam kesenangan
duniawi. Apalagi di dalam 10
hari akhir ramadan ada satu
malam yang seharusnya dicari
oleh seluruh umat Islam. Hal
ini karena besarnya keutamaan yang diberikan
oleh Alloh bagi yang
mendapatkannya, yaitu
malam 1000 bulan (Lailatul
Qodar). Malam 1000 bulan (Lailatul
Qodar) merupakan malam
yang penuh kemuliaan yang
diberikan kepada umat Nabi
Muhammad SAW. Kisah ini
diriwayatkan dari Ali bin Urwah, dia berkata: “suatu
hari Rasulalloh bercerita
tentang empat orang dari bani
israil yaitu nabi Ayyub, nabi
Zakaria, Hizqil dan Yusa’ bin
Nun. Mereka beribadah kepada Alloh selama 80 tahun
dan tidak pernah berbuat
maksiat sekejap matapun.
Para sahabat menjadi heran
dan kagum mendengar cerita
tersebut. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada
Rasulalloh lalu dia berkata:
“Wahai Muhammad umatmu
terheran-heran kepada
mereka yang telah beribadah
selama 80 tahun dan tidak pernah berbuat maksiat
sekejap matapun, ketahuilah
bahwa Alloh telah
menurunkan sebuah surat
yang lebih baik daripada apa
yang mereka lakukan.” Kemudian Malaikat Jibril
membacakan surat Al-Qodar
kepada Rasulalloh. Lalu
Malaikat Jibril berkata: “ini
lebih utama daripada apa yang
dikagumkan olehmu dan umatmu.” Akhirnya
Rasulalloh dan para sahabat
menyambutnya dengan
senang hati.” (HR Ibnu Abi
Hatim). Dari hadits tersebut tersirat
bahwa bagi umat Nabi
Muhammad SAW diberi oleh
Alloh kesempatan untuk
mendapatkan sesuatu yang
lebih mulia dari apa yang telah dilakukan oleh empat hamba
Alloh yang selalu beribadah
dan tidak pernah melanggar
selama 80 tahun. Caranya
adalah jika bertemu dengan
dan beribadah di dalam malam 1000 bulan, yang hanya turun
satu hari di dalam setiap
ramadan. Malam 1000 bulan (Lailatul
Qodar) merupakan malam
yang penuh keberkahan dan
keagungan illahi, yang mana
amal dan ibadah yang
dilakukan oleh umat Islam pada malam tersebut oleh
Alloh diberikan pahala lebih
baik daripada amal-ibadah
seribu bulan. Malam 1000 bulan
juga merupakan malam
penentu bagi takdir manusia yang dibawa oleh para
malaikat di malam itu.
Sebagaimana firman Alloh di
dalam QS. Al-Qodar: 1-5, yang
artinya: Sesungguhnya Kami
telah menurunkan Al-Quran pada malam Qodar; Dan
tahukah kamu apakah malam
Qodar itu?; Malam qodar itu
lebih baik dari 1000 bulan;
Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur
segala urusan; Malam itu
(penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar. Sungguh
merupakan kebahagiaan yang sangat besar jika kita dapat
menjumpai malam 1000 bulan
di dalam Ramadan 14.. H ini. Bagaimana agar kita dapat
menjumpai malam 1000
bulan? Di dalam sebuah hadits,
Rasulalloh bersabda:
“Sesungguhnya aku bermimpi
diperlihatkan tentang malam Qodar namun kemudian aku
dilupakannya, maka carilah
Lailatul Qodar di dalam
sepuluh malam yang
akhir.” (HR Bukhari).
Selanjutnya, Rasulalloh telah memberi contoh kepada kita
semua tentang amalan yang
selalu dilakukan oleh beliau di
dalam 10 hari terakhir
ramadan, yaitu dengan
melakukan i’tikaf. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid,
melakukan ibadah dan
menahan dirinya untuk keluar
masjid. Selama i’tikaf di
masjid, kita dapat beribadah
yang kita mampu seperti shalat sunah, tadarus Al-
Qur’an, berdzikir dan berdo’a.
Semua itu sekaligus diniatkan
untuk mencari pahala malam
1000 bulan (Lailatul Qodar). Di
dalam sebuah riwayat dari ‘Aisyah dia berkata: “Ketika
masuk sepuluh malam
terakhir di bulan ramadan
Rasulalloh mengencangkan
kain sarungnya dan
menghidup-hidupkan waktu malamnya dan
membangunkan
keluarganya.” (HR Bukhari). Banyak perdebatan tentang
pada hari yang ke berapa
malam 1000 bulan (Lailatul
Qodar) diturunkan oleh Alloh.
Ada sejumlah riwayat yang
mengatakan bahwa malam 1000 bulan turun pada malam
yang ganjil dari 10 hari
terakhir ramadhan. Namun
demikian apakah malam ganjil
menurut perhitungan manusia
itu sama dengan apa yang ditentukan Alloh? Wallohu
a’lam! Untuk itu, agar dalam
bulan ramadan tahun ini kita
mendapatkan peluang
memperoleh pahala malam
1000 bulan, cara yang paling afdhol adalah melakukan
i'tikaf setiap malam di sepuluh
hari terakhir bulan ramadan.
Dengan demikian, kapanpun
malam 1000 bulan turun,
InsyaAlloh kita selalu dalam keadaan beribadah kepada
Alloh serta akan
mendapatkan keutamaan dan
pahala malam 1000 bulan. Bertemu malam 1000 bulan,
sungguh suatu kesempatan
yang tidak boleh dilepaskan
karena rata-rata umur umat
Nabi Muhammad SAW
hanyalah sekitar 60-65 tahun. Disamping itu, belum tentu
tahun depan kita masih akan
bertemu dengan bulan
ramadan kembali. Mari kita
makmurkan setiap masjid di
Bogor dengan kegiatan i’tikaf dalam rangka mencari malam
1000 bulan pada ramadan
tahun ini.

Sucikan Diri Dengan Zakat

Oleh: Wilnan Fatahillah


Alhamdulillah perjuangan kita
menyelesaikan puasa di bulan
Ramadan tahun 14.. H akan
segera berakhir dalam
beberapa hari ke depan ini. Di
satu sisi kita bersyukur dan besuka-cita atas selesainya
Ramadan tetapi di sisi lain kita
menangis karena tidak tahu
apakan Alloh SWT masih akan
memberikan kesempatan
kepada kita untuk bertemu dengan Ramadan tahun
depan. Dengan menyelesaikan puasa
Ramadan berarti kita telah
lulus dari ujian yang diberikan
oleh Alloh melalui menahan
lapar dan perbuatan yang sia-
sia. Namun demikian sebelum kita bersuka-ria menyambut
datangnya ‘Iedul Fitri, ada
baiknya kita diingatkan akan
satu kewajiban yang harus
ditunaikan oleh seluruh umat
Islam menjelang berakhirnya puasa Ramadan, yaitu
menunaikan zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan
kewajiban bagi satu-satunya
umat Islam. Tidak
memandang apakah dia kaya
atau miskin, orang merdeka
atau budak, orang dewasa atau anak kecil, lelaki atau
perempuan, semuanya
berkewajiban menunaikan
zakat fitrah setahun sekali.
Adapun bentuknya adalah
satu sho’ bahan makanan yang dimakan sehari-hari di
tempat tinggalnya masing-
masing. Kalau di Indonesia,
zakat fitrah dapat
diwujudkan dalam bentuk
beras, yang setara dengan 2.751 kg. Di dalam sebuah hadits dari
Abdullah bin Umar, dia
berkata: “Rosulalloh
mewajibkan zakat fitrah
sebanyak satu sho’ kurma
atau satu sho’ gandum kepada budak dan orang merdeka
dan laki-laki dan perempuan
dan anak kecil dan orang tua
dari orang-orang Islam dan
beliau memerintahkan agar
diserahkan sebelum orang- orang keluar mengerjakan
sholat hari raya.” (HR.
Bukhari). Dalam hadits
tersebut tersirat bahwa
kewajiban zakat berlaku
untuk semua orang dan tidak ada kecualinya. Bahkan,
seorang bayi yang baru lahir
menjelang ‘Iedul Fitri pun
mempunyai kewajiban untuk
menunaikan zakat. Ada kefahaman yang kurang
pas di kalangan masyarakat
Indonesia yang beranggapan
bahwa kewajiban
menunaikan zakat fitrah
hanya berlaku bagi yang mampu saja sedangkan yang
tergolong sebagai fakir miskin
tidak berkewajiban
menunaikan zakat fitrah
tetapi hanya menerimanya
sebagai salah satu mustahiq (penerima) zakat. Menilik
makna yang tersirat dalam
hadits diatas maka baik yang
kaya maupun yang miskin
semuanya wajib menunaikan
zakat fitrah. Lantas bagaimana kalau ada
satu keluarga untuk makan
sehari-hari saja tidak cukup,
apalagi untuk membayar
zakat fitrah? Jawaban dari
pertanyaan ini sebenarnya terletak pada kearifan dari
petugas yang ditunjuk
sebagai amil zakat. Tugas amil
zakat seharusnya tidak hanya
menerima dan membagi zakat
saja, tetapi harus bisa mendata siapa-siapa yang tergolong
fakir miskin di lokasinya
bertugas, mengusahakan agar
kepada orang-orang tersebut
dapat diberikan pinjaman
beras/bahan makanan pokok lainnya yang diperlukan
untuk membayar zakat fitrah
keluarganya, dan
memberikan bagian zakat
fitrah yang lebih banyak bagi
keluarga tersebut agar mampu membayar hutang
dan memanfaatkan kelebihan
yang diterimanya untuk
merayakan ‘Iedul Fitri.
Dengan pendekatan seperti itu
umat muslim yang tergolong fakir miskin tetap dapat
menunaikan kewajiban zakat
fitrahnya tanpa rasa berat hati
dan dapat merayakan ‘Iedul
Fitri bersama keluarganya.
Sebaliknya, bagi keluarga yang kaya, diuji oleh Alloh
apakah dia sanggup dan ikhlas
menyisihkan sebagian
hartanya untuk membantu
saudaranya yang tidak
seberuntung dia di dalam urusan materi. Menunaikan zakat fitrah
bukan hanya untuk
menggugurkan kewajiban
sebagai seorang muslim tetapi
juga memiliki arti penting
lainnya. Dalam bahasa arab, kata fitrah di dalam zakat
fitrah mempunyai arti suci
sehingga salah satu fungsi
zakat fitrah yang diserahkan
oleh setiap muslim berfungsi
sebagai pembersih (pensuci) bagi dirinya dari segala
perbuatan jelek yang
dikerjakannya selama bulan
Ramadan. Hal ini sebagaimana
disebutkan di dalam hadits
dari Abdullah bin ‘Abbas, dia berkata: “Rasulalloh
mewajibkan zakat fitrah
bertujuan agar mensucikan
orang yang berpuasa dari
laghwun (perbuatan yang sia-
sia) dan perbuatan maksiat dan sebagai warana untuk
memberikan makan kepada
orang-orang miskin.” (HR.
Abu Dawud). Bahkan di dalam
hadits riwayat dari Abu Hafs
bin Syahiin disebutkan bahwa pahala puasa Ramadan
seseorang dapat terangkat ke
langit dan diterima oleh Alloh
jika dia sudah menunaikan
zakat fitrah.
Pertanyaan terakhir, mumpung ‘Iedul Fitri masih
beberapa hari lagi, tanyalah
pada masing-masing diri –
sudahkah kewajiban
menunaikan zakat fitrah bagi
keluarga kita laksanakan? Kalau belum, ayo… hubungi
amil zakat setempat dan
tunaikan zakat fitrahnya agar
diri kita dapat tersucikan dari
berbagai perbuatan sia-sia
selama Ramadan 14.. yang akan segera lewat.

Taqobalallohu Minna Wa minkum

Oleh: Rudi Abdillah

Datangnya ‘Iedul Fitri tanggal
1 Syawal 14.. H disambut
dengan suka cita oleh umat
Islam di Indonesia dan di
berbagai penjuru dunia. ‘Iedul
Fitri pada tanggal 1 Syawal telah dirayakan oleh
masyarakat muslim sebagai
wujud kesyukuran kepada
Alloh atas keberhasilan dalam
menunaikan ibadah puasa
Ramadan satu bulan penuh. Mudik lebaran merupakan
tradisi dan ritual tahunan
yang biasa dilakukan oleh
masyarakat muslim di
Indonesia dalam rangka
merayakan ‘Iedul Fitri. Kesempatan merayakan
kemenangan perjuangan yang
telah diselesaikan selama
bulan Ramadan umumnya
sekaligus dimanfaatkan
sebagai sarana untuk silaturrahim dan saling
berkunjung diantara anak
dengan orang tua dan antar
saudara serta teman-teman.
Setiap kali bertemu dengan
sanak-saudara dan teman- teman, maka: “Selamat
lebaran, mohon maaf lahir dan
batin” merupakan ucapan
yang seringkali
diperdengarkan. Meskipun
tidak ada yang salah dengan ucapan tersebut sebagai
luapan kegembiraan atas
keberhasilan menyelesaikan
puasa Ramadan.
Pertanyaannya, apakah
ucapan tersebut sesuai dengan apa yang telah dicontohkan
oleh Rasulalloh SAW? Supaya diingat, sebagai umat
muslim kita meyakini bahwa
Rasulalloh merupakan contoh
yang baik untuk ditiru dan
diteladani tingkah laku,
perbuatan dan tutur katanya. Firman Alloh di dalam Al-
Qur’an menyatakan: “
Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulalloh itu suri
teladan yang baik (yaitu) bagi
orang yang mengharap (bertemu) Alloh dan
(kebahagiaan) di hari kiamat
dan dia banyak dzikir kepada
Alloh.” (QS. Al-Ahzab : 21). Dalam hal menyambut ‘Iedul
Fitri pun sudah selayaknya
kita mencontoh perbuatan
dan tutur kata yang telah
dilakukan oleh Rasulalloh
SAW semasa hidupnya. Di dalam salah satu hadits telah
diriwayatkan dari Jalid bin
Ma’daan berkata Jalid,
bertemu aku pada Watsilah
bin Al-Asqo’ di dalam hari
raya, maka berkata aku “Taqobbalallohu minna wa
minka.” Maka berkata
Watsilah: “Na’am,
taqobbalallohu minna wa
minka.” Berkata Watsilah,
bertemu aku pada Rasulalloh SAW pada hari raya, maka
berkata aku: “Taqobbalallohu
minna wa minka.” Maka
berkata Rasulalloh SAW:
“Na’am, taqobbalallohu minna
wa minka.” (HR. Baihaqi di dalam Kitabu Al-‘Idiin Juz 3
hal. 219). Dalam prakteknya,
taqobalallohu minna wa
minka kita ucapkan kepada
lawan bicara kita hanya satu
orang laki-laki. Jika kita
mengucapkan kepada lawan bicara yang hanya satu orang
perempuan, maka lafalnya
menjadi taqobalallohu minna
wa minki. Sedangkan jika
lawan bicara kita jumlahnya
lebih dari satu orang (jamak), maka lafalnya menjadi
taqobalallohu minna wa
minkum. Ketika saudara atau
teman kita mengucapkan hal
ini, maka kita hendaklah
menjawab dengan jawaban ucapan: Na’am, taqobalallohu
minna wa minkum/ka/ki,
tergantung pada lawan bicara
yang mengucapkan tersebut
jamak, atau tunggal laki-laki,
atau tunggal perempuan. Ucapan taqobalallohu minna
wa minkum/ka/ki tersebut
mempunyai arti kurang lebih
“semoga Alloh menerima
ibadah-ku dan ibadah-mu”
yang secara harfiah mempunyai makna
mendoakan kepada diri
sendiri dan kepada lawan
bicara, sebagai ungkapan
kesyukuran dan kegembiraan
setelah dapat menyelesaikan puasa Ramadan satu bulan
penuh. Dengan kata lain,
ucapan taqobalallohu minna
wa minkum/ka/ki secara
tersirat seharusnya
mempunyai makna yang jauh lebih dalam dari apa yang
secara tradisi telah biasa kita
ucapkan dalam menyambut
‘Iedul Fitri, antara lain:
“Selamat lebaran, mohon
maaf lahir dan batin;” atau “Selamat lebaran, nol-nol ya!”
dan ucapan-ucapan yang
semacamnya. Apalagi
mengucapkan taqobalallohu
minna wa minkum/ka/ki
merupakan salah satu sunnah Rasulalloh SAW yang
seharusnya kita praktekkan.
Terutama di zaman yang
barangkali semakin sedikit
orang yang mau dan mampu
menetapi sunnah Rasulalloh dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan akhirnya, maukah
kita tergolong sebagai umat di
akhir zaman yang masih
menegakkan As-sunnah di
kala kebanyakan orang
merasa asing dengannya atau bahkan di kala kebanyakan
orang sudah melupakannya?
Ayo kita praktekkan sunnah
Rasulalloh dengan
mengucapkan taqobalallohu
minna wa minkum/ka/ki dalam rangka menyambut
‘Iedul Fitri 1 Syawal 1431 H.
nanti. Moga-moga Alloh
menjadikan kita termasuk
golongan yang ibadah puasa
Ramadannya diterima oleh Alloh sebagaimana tersirat
dalam ucapan tersebut. (Materi Dakwah bil Qolam dari
Bagian Dakwah, DPD Lembaga Dakwah Islam Indonesia Kota
Bogor – September 2010)

Minggu, 16 Oktober 2011

Muqaddimah

Segala puji bagi Alloh Robb semesta alam. Sholawat serta salam semoga terlimpahkan atas muhammad Rosulullah yang selalu setia terhadap ajaran dan sunnah-sunnahnya.
Selayaknya kalau kita bermukhasabah, introspeksi diri, selalu melihat kedalam pribadi kita sebelum memberi penilaian terhadap suatu masalah. Berkaca terhadap diri sendiri adalah hal bijaksana untuk kita lakukan, sebelum kita mempresisikan pada orang lain. "Karena barang siapa yang mengenal Robbnya tentu ia akan sibuk berkhidmat kepadaNya dengan meninggalkan hawa nafsunya". Hendaknya kita tidak luruh dan tersibghah dengan kondisi zaman, dan selayaknya kita tetap konsisten dengan akidah dan ke imanan yang kita miliki, konsisten terhadap keyakinan Bahwa Alloh dan Rosululloh SAW tempat segala sesuatu persoalan kita kembalikan.
Mari kita introspeksi diri dan menoleh kebelakang lagi Sudah benarkah SYAHADAT kita, sesuaikah KEIMANAN kita dengan AL QUR'AN dan AS SUNNAH (AL HADITS), Benarkah MANHAJ dan HUKUM yang kita terapkan dalam kehidupan kita, Rosululloh SAW bersabda :"Iman dan amal adalah dua saudara yang saling menemani didalam persahabatan, Alloh tidak menerima salah satu di keduanya kecuali dengan sahabatnya". (HR. Ibnu Syahiin Fissunah An Ali). "Iman itu adalah kepercayaan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan Anggota". (HR. Ibnu Majah).
"Bukankah iman itu sekedar cita-cita (angan-angan) saja, akan tetapi iman itu suatu kepercayaan yang tetap dalam hati, dan dibuktikan dengan amal perbuatan". (HR. Dailami).
Semoga Agenda ini bisa menjadikan bahan renungan untuk berinstropeksi diri tentang keimanan, tentang manhaj, ataupun sikap yang seyogyanya kita lakukan. Amin

Alhamdulilah Jaza Kumullohu Khoiron

www.generus313.blogspot.com